Jenewa | Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia (Menkumham RI), Yasonna H. Laoly, memimpin delegasi Indonesia menghadiri Diplomatic Conference to Conclude an International Legal Instrument relating to Intellectual Property, Genetic Resources and Traditional Knowledge Associated with Genetic Resources (GRATK). Acara ini diadakan di Kantor World Intellectual Property Organization (WIPO) di Jenewa, Swiss, pada 13-24 Mei 2024.
Konferensi diplomatik GRATK ini dihadiri oleh lebih dari 1600 delegasi dari 193 negara anggota WIPO. Forum ini merupakan ajang penting dan bersejarah yang dinantikan oleh negara-negara anggota WIPO selama lebih dari 20 tahun. Pertemuan pertama Intergovernmental Committee on Intellectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore (IGC-GRTKF) diadakan pada tahun 2001, dan sejak itu isu perlindungan sumber daya genetik, pengetahuan tradisional, dan ekspresi budaya tradisional terus dibahas.
Dalam forum tersebut, Yasonna menyampaikan dua sambutan; pertama, sebagai Koordinator Like-Minded Group of Countries (LMCs), dan kedua, sebagai negara anggota WIPO.
“LMC telah lama menantikan penyelenggaraan Konferensi Diplomatik GRATK. Setelah lebih dari dua dekade pembahasan, kerja keras, dan kompromi, akhirnya Konferensi Diplomatik GRATK dapat terselenggara. LMCs siap untuk terlibat secara konstruktif untuk menyetujui atau menghasilkan sebuah traktat/perjanjian,” ujar Yasonna.
Yasonna menambahkan, sebagai pihak yang menginginkan adanya traktat internasional di bidang sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait, LMCs melihat Konferensi Diplomatik GRATK ini sebagai peluang untuk mengatasi ketidakseimbangan dalam sistem kekayaan intelektual secara umum, khususnya sistem paten.
LMCs berharap agar sebuah traktat internasional dapat disepakati untuk mengatur standar minimum yang bertujuan meningkatkan transparansi sistem paten dan mencegah penyalahgunaan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait. LMCs juga mengakui pentingnya penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal sebagaimana diatur dalam rancangan perjanjian. Hal tersebut hanya bisa dicapai melalui persyaratan wajib terkait pengungkapan asal sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional (mandatory disclosure requirement) yang disertai sanksi dan ganti rugi yang sesuai.
Dalam kesempatan ini, Yasonna turut menyampaikan pernyataan nasional bahwa sejak lama Indonesia telah mengakui pentingnya perlindungan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait.
“Bagi Indonesia, adanya instrumen hukum internasional untuk melindungi sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional sangatlah penting karena beberapa pertimbangan,” terangnya.
Pertama, sebuah traktat internasional di bidang sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional akan menjadi jejak penting dari usaha bersama negara-negara anggota WIPO untuk memastikan terlindunginya hak-hak pemangku kepentingan, terutama masyarakat adat, komunitas lokal, dan negara-negara yang kaya dengan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional.
Kedua, sebuah traktat internasional tidak hanya akan meningkatkan transparansi dan menghindari kesalahan dalam proses pemberian paten, tetapi juga akan mengatur standar minimum dalam penggunaan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait.
Ketiga, WIPO dan sistem kekayaan intelektual dapat memainkan peran besar dalam mewujudkan upaya-upaya tersebut termasuk bidang-bidang yang terkait dengan kekayaan intelektual yang belum ditangani oleh organisasi internasional lainnya.
Yasonna menegaskan bahwa persyaratan wajib untuk mengungkapkan asal sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait (mandatory disclosure requirement) harus menjadi capaian penting dalam traktat yang akan dihasilkan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
Saat ini, Indonesia telah menerapkan kebijakan penting terkait disclosure requirements dalam sistem paten untuk memastikan asal sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional didokumentasikan dan dihargai dengan baik. Melalui Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 38 Tahun 2018 tentang Permohonan Paten, Pemerintah Indonesia telah mengatur perlindungan paten untuk sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional melalui persyaratan pengungkapan.
Sebelum dimulainya Konferensi Diplomatik GRATK ini, Yasonna telah mengadakan rapat koordinasi persiapan posisi Indonesia dengan Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) untuk PBB, yang diikuti oleh segenap delegasi, termasuk Wakil Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, dan Staf Khusus Menteri Hukum dan HAM Bidang Kerja Sama Luar Negeri.
Turut hadir sebagai delegasi adalah Deputi Wakil Tetap RI untuk PBB dan WTO, Achsanul Habib; Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Djan Faridz; dan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Min Usihen.(Ms)