Jakarta, 5 Mei 2025 — Gerakan Rakyat Berantas Korupsi (GERBRAK) kembali menggetarkan ruang publik dengan aksi serentak di tiga titik vital Ibu Kota: Kementerian ATR/BPN, Gedung Merah Putih KPK RI, dan Kementerian BUMN.
Aksi ini digelar sebagai bentuk protes terhadap dugaan praktik korupsi dalam pembangunan megaproyek Kota Deli Megapolitan (KDM) di atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PTPN II, Sumatera Utara, yang kini digarap oleh raksasa properti PT. Ciputra KPSN (Citraland).
Dalam orasinya, Koordinator Lapangan GERBRAK, Ariswan, menyatakan bahwa krisis agraria di Sumut telah mencapai puncaknya. “Tanah rakyat dikapling untuk kepentingan korporasi. Proyek mewah berdiri di atas penderitaan rakyat, tanpa transparansi dan sarat pelanggaran hukum,” tegasnya.
GERBRAK mengangkat temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam LHP Nomor: 26/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024, yang mengungkap dugaan penyimpangan dalam kontrak kerja sama antara PTPN II dan PT. Ciputra KPSN melalui Master Cooperation Agreement (MCA). Pembentukan Perusahaan Usaha Patungan (PUP) dinilai tidak melalui mekanisme perizinan yang sah.
Sepuluh Tuntutan GERBRAK:
- Bongkar dugaan korupsi proyek properti Kota Deli Megapolitan (KDM) oleh PT. Ciputra KPSN.
- Periksa legalitas perizinan pembangunan KDM di atas HGU PTPN II.
- Tindaklanjuti temuan BPK terkait kontrak KDM.
- Kapolri diminta atensi atas kasus penyerobotan lahan PT. Sianjur.
- Usut keterlibatan PTPN II, BPN Deli Serdang, dan Polda Sumut atas dugaan korupsi.
- Tangkap oknum PTPN II yang diduga merampas tanah rakyat.
- Minta BPN patuhi putusan TUN terkait HGB PT. Sianjur Resort seluas 30 hektare.
- Hentikan pembangunan kantor Polda Sumut di lahan yang bermasalah.
- Tuntut kepatuhan semua pihak terhadap putusan PN Lubuk Pakam.
- DPR RI diminta segera memediasi konflik agraria ini melalui RDP.
Ariswan menegaskan bahwa aksi ini bukan semata protes, tapi seruan konstitusional rakyat terhadap negara. “Kami tidak menolak pembangunan, tapi menolak pengkhianatan terhadap hak rakyat. Negara tidak boleh tunduk pada oligarki!” serunya.
Menurutnya, megaproyek KDM menjadi simbol ketimpangan dan kolusi sistemik antara korporasi dan oknum pejabat negara. GERBRAK mendesak KPK, Kejaksaan Agung, dan Kapolri segera bertindak konkret.
“Jika hukum tidak bisa menyelamatkan rakyat dari perampasan tanah, maka legitimasi dan keberpihakan hukum itu layak dipertanyakan,” tutup Ariswan.
Aksi ini ditutup dengan penyampaian tuntutan secara resmi ke 16 institusi, termasuk Presiden RI, Ketua DPR RI, Kapolri, hingga manajemen PT. Ciputra KPSN dan PTPN II.
Di Kementerian ATR/BPN, perwakilan GERBRAK diterima oleh Humas Andri yang mempersilakan pengajuan laporan resmi. Di KPK, Humas Mukti berkomitmen menyampaikan aspirasi GERBRAK ke pimpinan KPK. Sedangkan di Kementerian BUMN, Fauzi Rahman menyatakan akan meneruskan tuntutan tersebut ke pimpinan kementerian.
GERBRAK menegaskan perjuangan ini adalah bagian dari upaya menegakkan keadilan agraria dan supremasi hukum. Mereka menyerukan agar seluruh institusi penegak hukum bertindak cepat dan berpihak pada rakyat.
“Korupsi bukan hanya uang yang dicuri, tapi masa depan yang dirampas!” pungkas Ariswan.Ms